Senin, 18 April 2016

Sejarah The Kop, Tribun Legendaris Nan Magis di Anfield


Sejarah The Kop, Tribun Legendaris Nan Magis di Anfield

Sejarah The Kop, Tribun Legendaris Nan Magis di Anfield Sang tribun legendaris, The Kop. (Dok.FP/MSports & Getty Images)

The Kop. Bagi orang awam, mungkin sukar mengasosiasikan dua kata itu dengan sepak bola. Namun, The Kop merupakan sebuah tribun legendaris di kandang Liverpool, Anfield yang memang faktanya nama tersebut diambil tak ada hubungannya dengan sepak bola.
Pada perjalanan Msports.net Dream Stadium ini, kami dan sang pemenang, Fadel Muhammad berkesempatan mengunjungi The Kop di Anfield. Daya magis sudah terasa bahkan saat masih berdiri di Main Stand, sebelah kiri The Kop. Dari kejauhan, The Kop terlihat seperti sebuah bukit tinggi nan megah.

Bukit, sepertinya kata itu yang bisa menjembatani antara The Kop dengan sebuah tribun di stadion sepak bola. Liverpool mencatat, sejarah keangkeran tribun The Kop dimulai pada 1905-06 kala suporter mulai membludak masuk Anfield imbas dari gelar juara liga.
Chairman John Houlding dan sekretaris klub John McKenna akhirnya memutuskan menutup tanggul Oakfield Road atau Walton Breck Road End untuk menggantinya dengan beberapa puing yang menyerupai sebuah bukit. Sejak saat itu, istilah The Spion Kop mulai sering didengungkan.
Adalah Ernest Edwards, Editor Olahraga di Liverpool Daily Post dan Echo yang pertama kali mencetuskan nama The Spion Kop pada tribun sebelah kanan dari Main Stand tersebut. Sejarah Spion Kop terjadi pada 23 Januari 1900. Kala itu, sekitar 1.700 tentara Inggris bersiap mengambil alih sebuah bukit bernama Spionkop di Afrika Selatan.
Tentara Inggris yang berasal dari Batalion Kedua Penembak Lancashire, Batalion Kedua Resimen Royal Lancaster, dan Batalion Pertama Resimen Lancashire Selatan berharap bisa menguasai Spionkop sehingga saat Natal tiba, mereka sudah berada di rumah. Namun, harapan hanya tinggal harapan.
Tanpa persiapan yang matang, misi tentara Inggris untuk menyelamatkan rekannya dari sergapan petani Boer akhirnya menderita kerugian yang amat besar. Kabarnya sekitar 332 tentara meregang nyawa sementara 563 luka-luka. Kesalahan fatal ini akibat prediksi yang meleset dengan menganggap Spionkop adalah cara tercepat untuk mengalahkan kaum Boer di tiga bukit lainnya, Goenkop, Conical, dan Twin Peaks.
Seorang reporter dari Manchester Guardian menyatakan, kesalahan perhitungan membuat para tentara Inggris tak menyadari keberadaan kaum Boer saat kabut menyelimuti daratan. Dari tragedi tersebut, nama Spionkop dipilih Edwards untuk mengenang para tentara yang gugur pada perang Boer dimana beberapa merupakan Scouser atau warga asli Merseyside.

Pada 1928, sebuah atap besar dipasang di atas The Spion Kop dan akhirnya menjadi nama resmi untuk tribun tersebut. Hal ini sebagai apresiasi dari Dewan Direksi Liverpool atas loyalitas para pendukung baik pada kondisi panas terik hingga musim dingin. Alhasil, The Kop saat itu tribun dengan dilengkapi atap terbesar di Eropa.
Semakin menjulangnya nama The Kop membuat beberapa klub turut melakukan hal serupa. Meski pada awalnya, penetapan nama The Kop di tribun sepak bola pertama kali dilakukan oleh Woolwich Arsenal. Namun, agaknya The Kop di Anfield jadi yang paling dikenal seantero publik sepak bola dunia. Pada saat itu, The Kop mampu menampung sekitar 37 ribu penonton dan punya andil dalam mencatatkan rekor penonton terbanyak dengan 61.905 di Babak Keempat Piala FA melawan Wolverhampton Wanderers.
Tak hanya sepak bola, The Kop juga pernah menjadi saksi saat digelarnya pertandingan tinju hingga laga tenis di Anfield antara Fred Perry melawan Bill Tilden. Bahkan, garis finis Liverpool Marathon kerap mengambil tempat di depan The Kop.
Pada era Bill Shankly, The Kop dikenal dengan suara yang amat nyaring. Tembang yang dipopulerkan oleh Gerry and The Pacemakers, You’ll Never Walk Alone dipilih sebagai lagu anthem yang bertahan hingga saat ini. Tak sedikit yang menganggap The Kop sebagai tribun paling inspiratif pada saat itu sampai sekarang.

Bahkan, program televisi pertama Match of the Day mengambil latar belakang The Kop. Hal serupa berlanjut saat televisi mulai berwarna. Dekade 1970an, The Kop semakin meriah dengan deretan spanduk dan bendera saat Liverpool berlaga.
Sayangnya, The Kop juga merasakan pilu saat 96 suporter Liverpool tewas pada tragedi Hillsborough. Beberapa hari kemudian, The Kop dan Anfield dibanjiri karangan bunga dan syal dari klub lain tanda simpati mendalam. Ini juga yang mengubah wajah The Kop.
Berdasarkan Taylor Report, semua stadion di Inggris harus diubah dari yang masih tribun berdiri dengan teras dan besi untuk memegang, menjadi kursi atau all-seater. Alhasil pada 1994, The Kop secara resmi berganti wajah. Laga terakhir di tribun berdiri The Kop dipadati penonton dan atmosfer tetap meriah meski saat itu Liverpool kalah dari Norwich City, 30 April 1994.
Satu hal yang membuat The Kop tampak berbeda adalah daya magis yang dihasilkan ratusan desibel suara. Tak sedikit yang menganggap The Kop punya ‘kekuatan’ untuk menyedot bola masuk ke gawang lawan. Lainnya tentu apresiasi luar biasa pendukung Liverpool di tribun legendaris itu kepada pemain dan tidak jarang kepada kiper tim lawan jika tampil brilian.

“Atmosfer fantastis di Anfield seperti sebuah sengatan listrik yang membuat pemain Liverpool bersemangat. Bahkan pemain lawan yang berpengalaman sekalipun bisa tampil buruk karena faktor stadion,” ucap pelatih Fabio Capello pada 2005 silam.
Salah satu pertandingan paling berkesan era modern di hadapan The Kop adalah semifinal Liga Champions 2005 antara Liverpool versus Chelsea. Bahkan, kapten lawan John Terry sampai menulis di otobiografinya bahwa atmosfer Anfield merupakan yang terbaik dan membuat bulu kuduknya berdiri.
Tak heran memang karena pada saat itu, suporter Liverpool mencatatkan rekor suara paling nyaring di stadion olahraga dengan 130,7 desibel, mengalahkan klub NFL, Denver Broncos yang hanya 128,74 pada 2000 silam.

“Ada satu hal tentang Anfield yang tak bisa Anda jelaskan. Saya menyukai momen saat keluar ruang ganti dan melihat The Kop, deretan syal dan orang-orang yang bernyanyi You’ll Never Walk Alone,” puji legenda Arsenal, Thierry Henry yang akhirnya bisa kembali merasakannya pada Maret 2015 lalu pada pertandingan amal di Anfield.
Dari sejarah yang melibatkan peperangan, The Kop memang sebuah bukit perjuangan para fans Liverpool memberikan dukungan sebesar-besarnya untuk para pemain yang bertanding di lapangan. One of the finest tribune ever. (FP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar